Sabtu, 30 November 2013

Peran Serta Indonesia dalam Organisasi Internasional



PERAN SERTA INDONESIA DALAM ORGANISASI INTERNASIONAL





RAHMAT FAJRIN ALIR
XII. EXACT KELVIN
1103350 / 08
SEAJARAH



SMA NEGERI 2 PANGKAJENE
2013-2014


GNB (Gerakan Non Blok)

I.            Sejarah GNB
Di era tahun 50-an, Negara-negara di dunia terpolarisasi kedalam dua kutub. Ketika itu terjadi pertarungan yang kuat antra Timur dan Barat terutama sekali pada era perang dingin (cold war) antara Amerika Serikat dan Uni Sovyet.     
Sebagian Negara masuk dalam Blok Amerika dan sebagian lagi masuk dalam Blok Uni Sovyet. Aliansi dan pertarungan didalamnya memberikan akibat fisik yang negative bagi beberapa Negara di dunia seperti misalnya Jerman yang sempat terbagi menjadi dua bagian, Vietnam dimasa lalu, serta Semenanjung Korea yang sampai saat sekarang ini masih terbelah menjadi Korea Utara dan Korea Selatan.
Dalam pertarungan ini Negara dunia ketiga menjadi wilayah persaingan yang amat mempesona buat keduanya. Sebut saja misalnya Negara-negara di kawasan Asia Timur dan Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, Jepang serta Negara-negara di kawasan lain yang kaya akan energi dunia seperti Uni Emirat Arab, Kuwait dan Qatar. Dalam kondisi yang seperti ini, lahir dorongan yang kuat dari para pemimpin dunia ketiga untuk dapat keluar dari tekanan dua Negara tersebut.
Akhirnya pada tahun 1955 bertempat di Bandung, Indonesia, 29 Kepala Negara Asia dan Afrika bertemu membahas masalah dan kepentingan bersama, termasuk didalamnya mengupas secara serius tentang kolonialisme dan pengaruh kekuatan “barat”. Pertemuan ini disebutkan pula sebagai Konferensi Asia Afrika atau sering disebut sebagai Konferensi Bandung. Konferensi inilah yang menjadi tonggak lahirnya Gerakan Non Blok.
Pembangunan Gerakan Non-blok dicanangkan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) yang dihadiri 25 negara dari Asia, Afrika, Eropa, dan Latin Amerika diselenggarakan di Biograd (Belgrade), Yugoslavia pada tahun 1961. Pemimpin kharismatik dari Yugoslavia, Presiden Broz Tito, menjadi pemimpin pertama dalam Gerakan Non-Blok. Sejak pertemuan Belgrade tahun 1961, serangkaian Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Non Blok telah diselenggarakan di Kairo, Mesir (1964) diikuti oleh 46 negara dengan anggota yang hadir kebanyakan dari negara-negara Afrika yang baru meraih kemerdekaan, kemudian Lusaka, Zambia (1969), Alzier, Aljazair (1973) saat terjadinya krisis minyak dunia, Srilangka (1977), Cuba (1981), India (1985), Zimbabwe (1989), Indonesia, Kolombia, Afrika Selatan, dan terakhir di Malaysia pada tahun 2003. Dengan didasari oleh semangat Dasa Sila Bandung, maka pada tahun 1961 Gerakan Non Blok dibentuk oleh Josep Broz Tito, Presiden Yugoslavia saat itu.
Penggunaan istilah “Non-Alignment” (Tidak Memihak) pertama kali dilontarkan Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru dalam pidatonya di Srilangka tahun 1954. Dalam pidato ini, Perdana Menteri Nehru menjelaskan lima pilar prinsipil, empat pilar diantaranya disampaikan oleh Petinggi Tiongkok Chou En-lai, yang dijadikan pedoman bagi hubungan antara Tiongkok dengan India. Lima prinsip itu disebut dengan “Panchshell”, yang kemudian menjadi basis dari Gerakan Non-Blok.

II.            Tujuan GNB
*      Meredakan ketegangan dunia sebagai akibat pertentangan dua blok adidaya yang bersengketa.
*      Mengusahakan terciptanya suasana dunia yang aman dan damai.
*      Mengusahakan terwujudnya hubungan antarbangsa secara demokratis
*      Menentang kolonialisme, politik apartheid, dan rasialisme.
*      Memperjuangkan kebebasan dalam bidang ekonomi dan kerja sama atas dasar persamaan derajat.
*      Meningkatkan solidaritas di antara negara-negara anggota gerakan non blok.
*      Menggalang kerja sama antara negara berkembang dan negara maju menuju terciptanya tata ekonomi dunia baru.
*      Mendukung perjuangan dekolonialisasi dan memegang teguh perjuangan melawan imperialisme, kolonialisme, neokolonialisme, rasialisme, apartheid, dan zionisme
*      Sebagai wadah perjuangan negara-negara yang sedang berkembang mengurangi ketegangan dunia.
III.            Peran serta Indonesia dalam GNB
*      Sebagai pemprakarsa lahirnya GNB
*      Presiden Soekarno sebagai duta untuk menyampaikan keputusan KTT non blok I kepada Presiden Amerika serikat John F. Kennedi.
*      Indonesia menjadi penyelenggara sekaligus ketua Gerakan Non Blok dalam KTT GNB di Jakarta pada Bulan September 1992.
*      Presiden Soeharto merintis dibukanya kembali Dialog Untara Selatan yang telah lama mengalami pemutusan, yakni dalam KTT G-7 di Tokyo Jepang tahun 1993.
*      Indonesia selalu mengusulkan dalam KTT kemajuan Ekonomi, penghapusan penjajahan, dan kemurnia GNB tetap dipertahankan.

~}R{~



OKI (Organisasi Konferensi Islam)

I.            Sejarah OKI
OKI merupakan organisasi Negara-negara Islam dan negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam yang dibentuk sebagai reaksi terhadap pembakaran mesjid Al Aqsa oleh Israel pada tanggal 21 Agustus 1969 yang merupakan salah satu tempat suci umat Islam, selain Mekkah dan Madinah serta bentuk penolakan terhadap pendudukan wilayah-wilayah arab oleh Israel termasuk pula penguasaan atas Yerussalem semenjak tahun 1967.

II.            Tujuan OKI
*      Memelihara dan meningkatkan solidaritas diantara negara-negara anggota dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, ilmu pengetahuan politik dan pertahanan keamanan.
*      Mengkoordinasikan usaha-usaha untuk melindungi tempat-tempat suci.
Membantu dan bekerjasama dalam memperjuangkan kemerdekaan rakyat Palestina.
*      Berupaya melenyapkan perbedaan rasial, diskriminasi, kolonialisme dalam segala bentuk.
*      Memperkuat perjuangan umat Islam dalam melindungi martabat umat, dan hak masing-masing negara Islam.
*      Menciptakan hubungan kerjasama yang harmonis, saling pengertian antar negara OKI dan Negara-negara lain.


III.            Peran serta Indonesia di OKI
Beberapa peran aktif Indonesia di OKI yang menonjol adalah ketika pada tahun 1993 Indonesia menerima mandat sebagai ketua Committee of Six, yang bertugas memfasilitasi perundingan damai antara Moro National Liberation Front (MNLF) dengan pemerintah Filipina. Kemudian pada tahun 1996, Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Menteri (KTM-OKI) ke-24 di Jakarta.
Selain itu, Indonesia juga memberikan kontribusi untuk mereformasi OKI sebagai wadah untuk menjawab tantangan umat Islam memasuki abad ke-21. Pada penyelenggaraan KTT OKI ke-14 di Dakar Senegal, Indonesia mendukung pelaksanaan OIC's Ten-Year Plan of Action. Dengan diadopsinya piagam ini, Indonesia memiliki ruang untuk lebih berperan dalam memastikan implementasi reformasi OKI tersebut. Indonesia berkomitmen dalam menjamin kebebasan, toleransi dan harmonisasi serta memberikan bukti nyata akan keselarasan Islam, demokrasi dan modernitas.
Bagi Indonesia, OKI merupakan wahana untuk menunjukkan citra Islam yang santun dan moderat. Sebagaimana yang ditunjukkan Indonesia pada dunia internasional dalam pelaksanaan reformasi 1998 serta kemampuan Indonesia melewati transisi menuju negara yang demokratis melalui penyelenggarakan pemilihan umum legislatif ataupun pemilihan presiden secara langsung yang berjalan dengan relatif baik. Pengalaman Indonesia tersebut dapat dijadikan rujukan bagi negara-negara anggota OKI lainnya, khususnya negara-negara di Timur Tengah dan Afrika Utara yang sedang mengalami proses demokratisasi.
~}R{~




OPEC (Organization of the Petroleum Exporting Countries)

I.            Sejarah
Venezuela adalah negara pertama yang memprakarsai pembentukan organisasi OPEC dengan mendekati Iran, Gabon, Libya, Kuwait dan Saudi Arabia pada tahun 1949, menyarankan mereka untuk menukar pandangan dan mengeksplorasi jalan lebar dan komunikasi yang lebih dekat antara negara-negara penghasil minyak. Pada 10 – 14 September 1960, atas gagasan dari Menteri Pertambangan dan Energi Venezuela Juan Pablo Pérez Alfonzo dan Menteri Pertambangan dan Energi Saudi Arabia Abdullah Al Tariki, pemerintahan Irak, Persia atau Iran, Kuwait, Saudi Arabia dan Venezuela bertemu di Baghdad untuk mendiskusikan cara-cara untuk meningkatkan harga dari minyak mentah yang dihasilkan oleh masing-masing negara. OPEC didirikan di Baghdad, dicetuskan oleh satu hukum 1960 yang dibentuk oleh Presiden Amerika Dwight Eisenhower yang mendesak kuota dari impor minyak Venezuela dan Teluk Persia seperti industri minyak Kanada dan Mexico. Kelima negara tersebut (Irak, Persia atau Iran, Kuwait, Saudi Arabia dan Venezuela) selanjutnya dikenal sebagai negara pendiri OPEC.
Eisenhower membentuk keamanan nasional, akses darat persediaan energi, pada waktu perang. Yang menurunkan harga dari minyak dunia di wilayah ini, Presiden Venezuela Romulo Betancourt bereaksi dengan berusaha membentuk aliansi dengan negara-negara Arab produsen minyak sebagai satu strategi untuk melindungi otonomi dan profabilitas dari minyak Venezuela. Sebagai hasilnya, OPEC didirikan untuk menggabungkan dan mengkoordinasi kebijakan-kebijakan dari negara-negara anggota sebagai kelanjutan dari yang telah dilakukan.
II.            Tujuan OPEC
Tujuan yang hendak dicapai OPEC yaitu: “preserving and enhancing the role of oil as a prime energy source in achieving sustainable economic development” melalui:
*      Koordinasi dan unifikasi kebijakan perminyakan antar negara anggota;
*      Menetapkan strategi yang tepat untuk melindungi kepentingan negara anggota;
*      Menerapkan cara-cara untuk menstabilkan harga minyak di pasar internasional sehingga tidak ter- jadi fluktuasi harga;
*      Menjamin income yang tetap bagi negara-negara produsen minyak;
*      Menjamin suplai minyak bagi konsumen;
*      Menjamin kembalinya modal investor di bidang minyak secara adil.

III.            Peran Serta Indonesia dalam OPEC
Indonesia memiliki kesempatan untuk menempatkan sumber daya manusianya untuk bekerja di sekretariat OPEC. Hal ini merupakan investasi jangka panjang karena akan dapat menjadi network bagi Indonesia di masa datang.
OPEC tetap membutuhkan Indonesia sebagai faktor penyeimbang dalam komposisi keanggotaannya. Indonesia merupakan satu-satunya negara asia yang menjadi anggota Opec. Keanggotaan Opec yang didominasi oleh negara – negara timur tengah tidak akan menguntungkan dalam sudut pandang citra OPEC di dunia internasional. Citra Indonesia sebagai negara demokratis dan berpenduduk muslim terbesar dan moderat di dunia dapat membantu perbaikan citra OPEC.
Dalam OPEC sendiri belum ada tuntutan agar indonesia mengkaji keanggotaannya karena turunnya tingkat produksi minyak bumi Indonesia serta mulainya Indonesia menjadi negara importir minyak. OPEC menyadari bahwa kemungkinan penurunan ekspor minyak negara – negara anggota adalah salah  satu akibat dari kurangnya investasi di sektor perminyakan negara tersebut.


IV.            Alasan Indonesia keluar dari OPEC
Di karenakan indonesia pada Mei 2008 indonesia telah mengajukan surat  dari OPEC (Organization,Of,The,Petroleum Exporting Countries)  mengingat sekarang Indonesia telah menjadi importir minyak (sejak tahun 2003) atau net importer dan tidak mampu memenuhi QUOTA yang telah di tetapkan.
Dapat kita simpulkan bahwa mengapa Indonesia keluar dari opec dikarenakan Indnesaia telah menjadi importir minyak dan tidak mampu memenuhi QUOTA yang telah di tetapkan.
~}R{~



APEC (Asia Pacific Economic Cooperation)

I.            Sejarah APEC
Dinamika ekonomi politik Asia Pasifik pada akhir tahun 1993 tampak memasuki babak baru, terutama dalam bentuk pengorganisasian kerja sama perdagangan dan investasi regional. Dalam hal ini, negara-negara Asia Pasifik berbeda dengan negara-negara di Eropa Barat. Negara-negara di Eropa Barat memulainya dengan membentuk wadah kerja sama regional. Dengan organisasi itu, ekonomi di setiap negara saling berhubungan dan menghasilkan ekonomi Eropa yang lebih kuat daripada sebelum Perang Dunia II. Sebaliknya, negara-negara Asia Pasifik, terutama sejak tahun 1970-an, saling berhubungan secara intensif dan menimbulkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi walaupun tanpa kerangka kerja sama formal seperti yang ada di Eropa. Bahkan, berbagai transaksi ekonomi terjadi antarnegara yang kadang-kadang tidak memiliki hubungan diplomatik. Taiwan adalah contoh negara yang tidak diakui eksistensi politiknya, tetapi menjadi rekanan aktif sebagian besar negara Asia Pasifik dalam kegiatan ekonomi. Sekarang dinamika ekonomi itu dianggap memerlukan wadah organisasi yang lebih formal.
Dunia usaha lebih dahulu merasakan adanya kebutuhan akan organisasi itu, seperti tercermin dalam pembentukan Pacific Basin Economic Council (PBEC) tahun 1969. Organisasi ini beranggotakan pebisnis dari semua negara Asia Pasifik, kecuali Korea Utara dan Kampuchea. Organisasi PBEC aktif mendorong perdagangan dan investasi di wilayah Asia Pasifik, tetapi hanya melibatkan sektor swasta.
Pada tahun 1980 muncul Pacific Economic Cooperation Council (PECC). Organisasi yang lahir di Canberra, Australia ini menciptakan kelompok kerja untuk mengidentifikasi kepentingan ekonomi regional, terutama perdagangan, sumber daya manusia, alih teknologi, energi, dan telekomunikasi. Walaupun masih bersifat informal, PECC melibatkan para pejabat pemerintah, pelaku bisnis, dan akademis. Salah satu hasil kegiatan PECC adalah terbentuknya Asia Pasific Economic Cooperation (APEC) sebagai wadah kerja sama bangsa-bangsa di kawasan Asia Pasifik di bidang ekonomi yang secara resmi terbentuk bulan November 1989 di Canberra, Australia. Pembentukan APEC atas usulan Perdana Menteri Australia, Bob Hawke. Suatu hal yang melatarbelakangi terbentuknya APEC adalah perkembangan situasi politik dan ekonomi dunia pada waktu itu yang berubah secara cepat dengan munculnya kelompok-kelompok perdagangan seperti MEE, NAFTA. Selain itu perubahan besar terjadi di bidang politik dan ekonomi yang terjadi di Uni Soviet dan Eropa Timur. Hal ini diikuti dengan kekhawatiran gagalnya perundingan Putaran Uruguay (perdagangan bebas). Apabila masalah perdagangan bebas gagal disepakati, diduga akan memicu sikap proteksi dari setiap negara dan sangat menghambat perdagangan bebas. Oleh karena itu, APEC dianggap bisa menjadi langkah efektif untuk mengamankan kepentingan perdagangan negara-negara di kawasan Asia Pasifik.

II.            Tujuan APEC
Ø  bekerja untuk mengurangi tarif dan hambatan perdagangan lainnya di seluruh kawasan Asia-Pasifik,
Ø  menciptakan ekonomi domestik yang efisien dan secara dramatis meningkatkan ekspor. 
Ø  terwujudnya perdagangan dan investasi yang bebas dan terbuka di Asia-Pasifik pada 2010 untuk negara-negara industri dan pada 2020 untuk negara-negara berkembang. 
Ø  Tujuan ini diadopsi oleh pemimpin pada pertemuan 1994 di Bogor, Indonesia.

III.            Peran serta Indonesia di APEC
Indonesia menjadi anggota APEC sejak pembentukannya pada 1989 dan telah memberi berbagai kontribusi positif bagi perkembangan APEC. Peran Indonesia pada dekade awal pembentukan APEC sejalan dengan kondisi internasional dan kepentingan Indonesia pada saat itu. Perang Dingin baru saja berakhir dan sistem ekonomi berdasarkan ideologi pasar bebas dan persaingan bebas menjadi dominan. Kontribusi utama Indonesia pada awal pembentukan APEC adalah merumuskan Bogor Declaration pada saat Keketuaan APEC Indonesia tahun 1994, termasuk di dalamnya adalah Bogor Goals. Bogor Goals menjadi fokus utama APEC untuk membentuk suatu kawasan Asia Pasifik yang lebih bebas dan terbuka bagi perdagangan dan investasi. Target pencapaian Bogor Goals bagi negara maju adalah pada 2010, sementara bagi negara berkembang adalah pada 2020.
~}R{~


IGGI (Inter-Governmental Group on Indonesia) & CGI (Consultative Group on Indonesia)
I.              Sejarah IGGI
Pergantian kekuasaan dari rezim Orde Lama yang dipimpin Soekarno menuju rezim Orde Baru yang dipimpin Soeharto memberikan perubahan yang cukup mendasar dalam sifat diplomasi Indonesia. Soekarno dengan haluan politik luar negeri yang revolusioner dan anti-imperialisme bersifat sangat konfrontatif. Indonesia pada masa kepemimpinan Soekarno memperlihatkan sifat – sifat militan dan cenderung konfrontatif terhadap segala unsur yang diidentifikasi sebagai ”antek imperialisme”. Dalam hal ekonomi, Soekarno mengatur segala rencana pembangunan ekonomi dan memiliki semboyan ”berdiri di atas kaki sendiri” yang merefleksikan pendirian anti-Barat.  Karena inilah, secara umum hubungan Indonesia dengan negara – negara Barat bisa dikatakan tidak harmonis.Sebaliknya, setelah memasuki rezim Orde Baru, sifat politik luar negeri Indonesia yang konfrontatif tersebut berganti dengan politik yang bersifat kooperatif. Indonesia yang selama masa Demokrasi Terpimpin memiliki hubungan yang kurang baik dengan negara – negara Barat mulai memperbaiki hubungan tersebut sesudah memasuki rezim Orde Baru. Hal ini dilakukan terutama karena orientasi politik luar negeri Indonesia berubah haluan menjadi pembangunan ekonomi dalam negeri melalui kerja sama dengan negara – negara lain. Hal ini terjadi karena pemerintah Orde Baru menyadari bahwa untuk melakukan pembangunan Ekonomi, Indonesia membutuhkan dana, sedangkan Indonesia yang baru merdeka memiliki kekurangan dana yang sangat besar untuk melakukan pembangunan tersebut. Kerja sama dengan negara – negara lain ini dibuka untuk mendapatkan bantuan luar negeri demi melaksanakan pembangunan ekonomi dalam negeri.  Diplomasi yang dilakukan oleh Orde Baru banyak disebut sebagai ”Diplomasi Pembangunan” (Diplomacy For Development). Salah satu hasil diplomasi pembangunan Orde Baru terkait dengan upaya untuk mendapatkan bantuan luar negeri adalah Inter-Governmental Group on Indonesia (IGGI/Kelompok Antarpemerintah Mengenai Indonesia).Usaha untuk membentuk IGGI tersebut mulai dilakukan pada bulan September 1966 dalam pertemuan antara 12 negara kreditor yang dilaksanakan di Tokyo untuk mengetahui rencana Indonesia dalam memperbaiki keadaan ekonomi dan evaluasi IMF akan rencana tersebut. Dalam forum ini, Indonesia berhasil menggalang dukungan dan menegosiasikan utangnya kepada para kreditur dalam forum Paris Club dan dirasakan perlunya forum antar pemerintah untuk membantu pembangunan di Indonesia, baik berupa dana maupun pemikiran. Kesepakatan untuk membentuk sebuah forum formal dalam rangka membantu perekonomian Indonesia dicapai pada pertemuan ini. Hal ini dapat dikatakan sebagai sebuah keberhasilan diplomasi pembangunan waktu itu.

II.            Tujuan IGGI
Memberi bantuan kredit jangka panjang dengan bunga ringan kepada Indonesia dalam membiayai pembangunannya. Sejak tahun 1992 IGGI bubar sebab Indonesia menolak bantuan Belanda yang dianggap terlalu banyak mengaitkan pinjaman luar negeri dengan masalah politik di Indonesia. Sebagai penggantinya, pemerintah Indonesia meminta Bank Dunia membentuk CGI.


III.            Terbentuknya CGI
CGI berdiri pada tahun 1992 sebagai pengganti IGGI yang sudah dibubarkan pada tanggal 22 maret 1992. CGI beranggotakan lembaga-lembaga keuangan internasional dan negara-negara donor bagi Indonesia. CGI dibentuk oleh Bank Dunia dan merupakan lembaga kerja sama yang membantu Indonesia dalam melaksanakan pembangunan dan melakukan stabilitas dengan cara memberikan bantuan pangan dan non-pangan,serta kredit dengan syarat lunak. Negara anggota antara lain: Jerman, Inggris, Korea Selatan, AS, Jepang, Swiss, Italia, Perancis, Belgia, Denmark, Austria, Kanada, Spanyol, Norwegia, Australia, Finlandia, dan Selandia Baru.
IV.            Tujuan CGI
Memberi pinjaman dan bantuan untuk keperluan pembangunan ekonomi Indonesia.

V.            Kabar Terbaru Tentang CGI
Jakarta, 06 Februari 2007, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah menyatakan hendak membubarkan forum Consultative Group on Indonesia (CGI) dan tidak berencana untuk berutang lagi kepada IMF atau lembaga donor lain. Presiden yakin bahwa Indonesia sudah bisa mengatasi masalah utang luar negeri tanpa keterlibatan CGI dan sekaligus menegaskan bahwa utang luar negeri sudah harus mulai dikurangi agar APBN bisa lebih sehat.
~}R{~


Daftar Pustaka


~}R{~